Mantan Bintang Cantopop Hong Kong Dipenjarakan Karena Penghasutan

FILE - Para pengunjuk rasa mengangkat ponsel mereka tinggi-tinggi sambil menyanyikan "Glory to Hong Kong" dalam unjuk rasa di Chater Garden di Hong Kong, 26 Oktober 2019.
Newestindonesia.com, Seorang penyanyi Hong Kong yang beralih menjadi aktivis prodemokrasi hari Kamis (31/8) dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun setelah ia mengaku bersalah melakukan penghasutan dan pencucian uang.
Tommy Yuen, mantan anggota boyband Cantopop E-Kids, menjadi pendukung vokal protes demokrasi di kota itu pada tahun 2019, sebelum Beijing menindak keras gerakan tersebut dan memberlakukan UU keamanan nasional.
Pihak berwenang baru-baru ini juga telah menggunakan pasal penghasutan yang telah lama tidak digunakan, yang diciptakan di bawah pemerintahan kolonial Inggris, untuk memenjarakan pengunjuk rasa dan aktivis.
Hakim Ernest Lin Kamis mengatakan Yuen “membahayakan masyarakat” dengan memanfaatkan popularitasnya untuk menyebarkan pesan-pesan antipemerintah, dan menjatuhinya hukuman penjara 26 bulan.
Yuen (43), ditangkap pada Februari 2022 dan terus berada dalam tahanan sejak itu. Ia mengaku bersalah bulan lalu.
Dalam putusannya, hakim mengecam Yuen karena “mengipasi” ketidakpuasan masyarakat dengan berbagai postingan di media sosialnya, yang juga ia gunakan untuk mempromosikan dan menguntungkan dirinya.
Postingan Yuen mencakup pesan yang merayakan kematian seorang polisi dan mengecam seorang hakim yang menangani kasus-kasus keamanan nasional, kata hakim itu.
Yuen juga dituduh bekerja sama dengan istrinya untuk mengarang cerita mengenai seorang demonstran perempuan berusia 19 yang menghadapi tuduhan melakukan kerusuhan untuk mendapatkan simpati dan meminta sumbangan.
Para jaksa sebelumnya mengatakan Yuen telah mencuci uang hampir $92 ribu sebagai bagian dari permohonan amal palsunya.
Sejak 2020, lebih dari 30 orang telah dikenai dakwaan penghasutan, banyak di antaranya bukanlah tokoh-tokoh masyarakat yang mendapat banyak sorotan.
UU yang digunakan itu mencakup tindakan, pidato atau publikasi yang dianggap memiliki “niat menghasut,” termasuk yang meningkatkan “ketidakpuasan,” mendorong ”perasaan sakit hati” dan menghasut kekerasan.
Pelanggaran ini diancam hukuman maksimal dua tahun penjara.
Komite HAM PBB telah mengemukakan keprihatinan mengenai “interpretasi yang terlalu luas dan penerapan sewenang-wenang” terhadap pelanggaran terkait penghasutan dan UU keamanan yang diberlakukan Beijing.
Para pejabat Hong Kong membela undang-undang yang mereka katakan perlu untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas setelah kerusuhan tahun 2019. (VOA)