Saudara perempuannya, Caroline Masse-Phelan, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa saudara laki-lakinya itu tidak bersalah, dan ditahan “karena alasan di luar pemahaman kami.”
Mengingat kondisi kesehatannya, Masse-Phelan mengatakan seharusnya saudaranya itu segera dibebaskan.
“Hanya tinggal hitungan hari (sampai kapan ia mampu bertahan). Ia tidak bersalah dan terjebak di tengah situasi yang saya pun tidak mengerti. Ia mencintai Iran, ia berusia 64 tahun, sakit, dan ingin pulang,” ujar Masse-Phelan.
“Ia (Phelan.red) menunjukkan tanda-tanda kelelahan secara fisik dan psikologis yang serius. Ia berada dalam keadaan kritis,” ujar seorang sumber diplomatik Prancis.
Pihak berwenang Iran sejauh ini menolak membebaskan Phelan dengan alasan medis, meskipun terdapat permintaan berulangkali dari pihak berwenang Prancis dan Irlandia, tambah sumber itu.
Menurut para aktivis di Iran, Phelan adalah salah seorang dari 24 warga asing yang ditahan pemerintah Iran. Mereka menggambarkan para tahanan itu sebagai sandera yang ditangkap untuk mendapatkan konsesi dari Barat.
Ketika ditangkap, Phelan sedang melakukan perjalanan ke Kota Mashhad di tengah-tengah berlangsungnya demonstrasi yang dilakukan warga Iran untuk menentang pemerintah.
Ia ditahan di penjara Vakilabad di Mashhad. Saudara perempuan Phelan mengatakan saudaranya menderita penyakit jantung yang membutuhkan perawatan medis.
Aksi mogok makan yang ia lakukan membahayakan nyawanya, “tetapi ia melakukan hal itu karena sudah tidak tahan lagi. Ini adalah satu-satunya senjata,” tambahnya.
Phelan telah menghubungi unit krisis di Kementerian Luar Negeri Prancis, yang menyampaikan pesan dari keluarganya, tetapi permintaan untuk dapat berkomunikasi langsung dengan keluarganya telah ditolak oleh pihak berwenang Iran.
Sementara itu, Siamak Namazi, warga negara Amerika Serikat asal Iran yang ditangkap pada Oktober 2015 lalu, pekan ini juga memulai aksi mogok makan selama tujuh hari ketika ia mendorong Presiden Joe Biden untuk memberikan prioritas lebih besar pada kasusnya.
“Hari ini seluruh negara menyaksikan betapa kejinya rezim ini dalam menanggapi mereka yang menuntut pemenuhan hak-hak yang paling dasar,” ujar Namazi. [em/jm]
Sumber: VOA INDONESIA