Chang Linyun seorang warga Beijing berusia 42 tahun mengaku ia sudah meminta kepada teman-temannya di Australia untuk membeli obat penurun demam untuk anak laki-lakinya.
Tapi ia pun harus bersaing dengan para penjual di jejaring sosial yang menawarkan barang-barang dari luar negeri, atau dikenal dengan sebutan ‘daigou’, yang mulai menjualnya dengan harga sangat tinggi.
“Saya tadinya mau titip dua botol Panadol dan dua botol Nurifen. Namun teman saya di Melbourne mengatakan obat penurun panas juga sudah habis di sana, karena begitu banyak daigou asal China yang memborongnya,” kata Chang.
Seorang apoteker di Box Hill, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Melbourne, mengonfirmasi jika beberapa toko obat sudah kehabisan persediaan Panadol.
Di Hong Kong, dua staf di sebuah apotek mengatakan persediaan Panadol mulai menipis.
Padahal pekan lalu, menteri kesehatan Hong Kong Lo Chung-mau mengatakan pemerintah akan memastikan pasokan obat-obatan dengan kandungan paracetamol akan tetap ada agar warga tidak khawatir.
“Saya memiliki teman di Beijing yang meminta saya mengirimkan obat flu dan alat tes COVID. Mereka tidak bisa mendapatkannya di Beijing, mereka sudah memesan lewat online namun belum ada pengiriman” kata Lo, seorang perempuan warga Hongkong berusia 30 tahun.
Di Macau, pihak berwenang membatasi jumlah pembelian obat-obatan anti viral yang digunakan untuk mengobati gejala COVID.
Senin lalu, Xiangxue Pharmaceutical yang memproduksi obat-obatan anti viral mengatakan mereka meningkatkan produksi semaksimal mungkin untuk memenuhi meningkatnya permintaan.
Sementara Sinopharm Group, perusahaan farmasi yang didukung pemerintah, mengatakan sudah meningkatkan produksi tiga kali lipat, karena meningkatnya permintaan obat demam dan batuk.
Vaksinasi untuk lansia dipercepat