Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Dok. Humas Polri)
Newestindonesia.com, Menko Polhukam Mahfud MD menyinggung isu perang bintang di internal Polri buntut pengakuan Ismail Bolong soal aliran uang ke Kabareskrim hasil bisnis pertambangan ilegal di Kalimantan Timur.
Dalam video yang beredar, mantan anggota Polresta Samarinda itu mengaku sempat memberikan uang kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto dari bisnis tambang ilegal yang ia jalani saat masih aktif sebagai polisi.
Ismail belakangan telah menarik pernyataannya. Ia yang mulai pensiun sejak Juli lalu, menyebut pernyataannya pada Februari itu dibuat dalam tekanan Brigjen Hendra Kurniawan. Dia meminta maaf kepada Agus dan mengaku tak pernah bertemu apalagi memberikan uang.
“Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Dan saya pastikan tidak pernah berkomunikasi dengan Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang,” kata Ismail dalam video yang beredar.
Mahfud belakangan menyinggung isu perang bintang di kalangan jenderal Polri buntut pernyataan Ismail. Menurut Mahfud, sejumlah jenderal kini saling buka kartu truf.
Dia mewanti-wanti agar hal itu segera diredam dan mencari akar masalahnya. Dia juga berjanji untuk mendalami pengakuan Ismail Bolong.
“Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya,” katanya, Minggu (6/11).
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul meyakini pernyataan Mahfud tak datang dari ruang hampa. Dia meyakini isu perang bintang bukan isapan jempol.
Chudry meyakini Mahfud memiliki sejumlah data soal sejumlah jenderal Polri yang terseret dalam isu-isu yang ramai belakangan. Bukan saja dalam isu pengakuan Ismail Bolong, namun juga dalam isu yang sempat ramai sebelumnya.
Sebut saja seperti kasus peredaran narkoba yang menyeret mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, hingga konsorsium judi 303 yang menyeret sejumlah petinggi Polri termasuk terdakwa kasus pembunuhan berencana. Ferdy Sambo.
“Jadi Pak Mahfud ini sudah tahu informasi yang lain. Bukan semata-mata dari Ismail Bolong aja,” kata Chudry saat dihubungi, Senin (7/11).
Oleh karena itu, menurutnya, pernyataan Mahfud memiliki konsekuensi untuk ditindaklanjuti. Sebab, isu perang bintang telah disampaikan oleh dia sebagai Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Chudry meyakini Mahfud, sebagai Menko Polhukam memberi pernyataan tanpa dasar. Terlebih, belum lama Presiden Joko Widodo juga baru saja mengumpulkan para perwira polri di Istana buntut kasus Sambo dan insiden Kanjuruhan yang menyeret nama kepolisian.
“Presiden kan waktu mengumpulkan seluruh perwira menengah dan tinggi di Istana itu kan politik hukumnya Pak Jokowi minta untuk membersihkan,” katanya.
“Jangan bilang begitu aja. Karena konsekuensinya Pak Mahfud bilang sudah ada perang bintang. Usut dong. Karena saya kira ini momen tepat, untuk membenahi institusi Polri,” tambahnya.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto tak kaget dengan pernyataan Mahfud soal isu perang antarjenderal di Polri. Bambang menyoroti sejumlah isu yang mencuat buntut pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang menyeret Sambo sebagai otak pembunuhan atas bawahannya, Brigari Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Usai kasus tersebut, belakangan mencuat sejumlah isu lain yang menyeret sejumlah nama penting, seperti diagram Konsorsium 303, diagram mafia tambang, hingga teranyar peredaran narkoba Teddy Minahasa.
“Memang ada faksi-faksi di internal kepolisian, yang mereka memegang kartu truf terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan mereka sendiri,” katanya, Senin (6/11).
Namun begitu, Bambang meyakini sejumlah isu itu berdampak baik pada masyarakat yang semakin tahu borok di tubuh kepolisian.
Masalahnya kata dia, sejauh mana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan bersih-bersih di lembaganya dan menjawab kebenaran sejumlah isu tersebut. Menurut Bambang, Kapolri tak akan mampu memulihkan citra baik lembaganya jika sejumlah isu itu hanya dibiarkan menguap.
“Ya tentunya itu tidak akan memulihkan marwah institusi dan kepercayaan masyarakat kembali kepada kepolisian,” katanya.
Bambang mengkritik Listyo yang hingga kini belum menunjukkan sikap tegas merespons sejumlah isu tersebut. Dalam isu Kanjuruhan misalnya, tak ada pertanggungjawaban dari Polri hingga saat ini.
Teranyar, dalam kasus peredaran narkoba yang menyeret Teddy Minahasa, juga belum menyeret sejumlah nama lain.
Menurut Bambang, penanganan hukum kepolisian bukan hanya selesai untuk menuntut para pelanggar hukum, namun juga harus bisa membangun sistem hukum yang baik di tengah masyarakat.
“Tapi bagaimana membangun sistem. Kepolisian yang lebih bagus sesuai yang diharapkan masyarakat, sesuai cita-cita reformasi ’98. Artinya Kapolri belum membangun sistem,” kata Bambang.